Sehabis Hujan
Kamu suka hujan, kamu benar-benar menyukai hujan; mendengar rintiknya, menciumi sejuknya dan merasakan hawa dinginnya dan malam makin membuatmu semakin dalam. Ah, caramu mencumbui hujan membuatku cemburu, karena aku tidak pernah begitu jatuh cinta pada hujan. Aku selalu merindukan hujan tapi tidak pernah terpikir olehku untuk menjadikannya sebagai sahabat, apalagi kekasih. Hujan berarti lain bagiku. Hujan adalah kesedihan; bercampur bau aspal basah dan uap tanah dan suara kodok. Aku pasti kedinginan. Bisa jadi hujan akan membuatku sakit. Atau bahkan mati.
Aku benar-benar cemburu. Sepertinya hujan adalah sesuatu yang menyenangkan bagimu, seperti semua hal yang lain. Menikmatinya dengan melamun, merenung, membaca buku ataupun menyeruput chococinno. Bahkan jika kamu bermesraan dengannya, hujan tak akan sanggup menyakitimu, karena aku yakin hujan jatuh cinta pada senyumanmu.
Aku tahu kamu memang menceriakan dunia (akhirnya aku mengakuinya. Ah, kamu tertawa penuh kemenangan, sejenis tawa licik kubilang. Tapi kamu tetap tertawa). Seakan hari tak pernah berat bagimu. Seolah hatimu benar-benar tak pernah merasakan sakit. Indah sekali duniamu. Optimis. Kamu selalu punya cara membuat hidupmu menyenangkan, setidaknya menurutku, bahkan hal-hal kecil bisa menjadi sesuatu yang menarik. Sepertinya setiap peristiwa yang kamu alami membuat jalanmu semakin mantap. Membuat keberadaanmu kian terasa. Membuat senyummu makin lebar. Aku jadi mengerti kenapa hujan buatmu bukan berarti kesedihan.
Hei, aku tidak pernah melihat senyum itu lepas dari wajahmu.
Aku belajar banyak darimu, sungguh. Tentang bulan, bintang dan matahari. Tentang angin, air, api dan bumi…
Kamu selalu hidup untuk saat ini, carpe diem, seize the day, tidak di masa lalu maupun di hari depan dan aku belajar tentang semangat.
Kamu selalu melakukan pembenaran atas semua hal yang kamu lakukan, tidak menghiraukan apapun ketika kamu berusaha menjaga hati dari kehidupan yang sama sekali berbeda dan aku belajar tentang kesetiaan.
Kamu mengaku (dan akupun membenarkan) bahwa kamu menjadi strategic girl untuk menjaga segumpal kasih dari kikisan jarak dan waktu dan aku belajar tentang rasa syukur – dan buat apa menghabiskan sisa umur kita bersama seseorang yang cintanya memudar hanya karena jarak dan waktu, bukan begitu? –
Kamu tersenyum
dan aku belajar menyukai hidup.
Jika kamu memang ada untuk menceriakan dunia, maka aku percaya ada seseorang yang mampu menceriakan duniamu ketika kamu tak sanggup lagi, ketika hujan tak lagi datang menyapa, ketika teduhpun tidak berarti apa.
Tapi aku pernah mendengarmu menangis,
hujan itu mampir, membentuk parit, di wajahmu,
perempuan dengan senyum yang tak pernah pudar.