Aku Jatuh Hati
Aku jatuh hati padamu; perempuan dengan senyum yang tak pernah pudar.
Aku menyukaimu. Tidak pada sapa saat kita baru bertemu. Tidak juga ketika mata kita saling bertatapan untuk kali pertama. Tapi waktu kita mulai mencoba merangkai kata saat berbagi kisah tentang hidup. Saat perjumpaan-perjumpaan itulah aku mulai menumpuk kasih. Aku benar-benar menyukaimu. Lesung pipimu yang muncul ketika kamu tersenyum. Celotehanmu yang tak jarang tidak kamu pikirkan dulu. Narsismu yang muncul saat mematut diri di depan cermin, kaca etalase bahkan kaca mobil. Semua kerja kerasmu untuk keluarga dan impianmu. Perempuan yang kuat. Iya, manusia kuat tidak melahirkan manusia kuat juga, manusia menjadi kuat karena hidup dan semua kisah yang mengikutinya dan orang-orang yang mendukungnya tentu saja. Tapi aku rasa sifat itu diturunkan dari orangtuamu, dari cara mereka mendidikmu. Lalu oia, sikap kontra kamu terhadap media yang membentuk citra bagaimana fisik perempuan seharusnya dengan seenaknya. Padahal kulit kamu putih, rambut kamu bisa panjang dan lurus dan kamu cantik. Ya, kamu sering berandai-andai jika kamu dilahirkan tidak dengan rupa seperti sekarang (dan rasanya aku akan tetap jatuh hati padamu sayang) untuk membuktikan bahwa semua perempuan itu cantik. Karena cantik itu bukan masalah fisik.
Aku jatuh cinta padamu di enambelas jam yang menakjubkan itu. Telingamu yang setia mendengar keluh kesah dan bahagiaku, meski sesekali kamu menyela ceritaku. Lalu kamu mengambil sebentuk bulan dan meletakkannya pada suatu sudut di dalam hatiku.
Aku mencintaimu; perempuan dengan senyum yang selalu membawa rasa nyaman. Semakin dalam setiap saatnya. Ada syukur yang amat mudah terucap kepada Pemberi Kasih saat pertama mata terbuka. Aku senang ketika mendengar cerocosan suaramu di seberang sana ketika aku membangunkanmu di pagi-pagimu. Aku suka saat kita memasukkan syukur, harap dan hidup kedalam doa kita; syukur tentang satu hari lagi yang diberikan oleh Pemilik Waktu, tentang apa saja yang sudah, sedang dan akan terjadi, tentang nikmat, kasih dan karunia, harapan tentang keluarga, hidup, hati, aku, kamu, kita dan masa depan.
Aku menikmati saat-saat bersamamu sayang. Menghabiskan berjam-jam untuk mengobrol, bercerita dan berbagi tanpa merasa bosan. Menjadi diri sendiri atau bahkan berubah tanpa mengekang ruang gerak dan karakter masing-masing. Mengimbangi jalanmu yang cepat dengan sedikit berlari-lari kecil jika sudah tertinggal cukup jauh untuk mendengar celotehanmu. Sesekali mencuri kecupan. Atau ketika aku bisa mengatakan apa saja kepadamu. Saat aku bisa membagi semua kepadamu, ya, semuanya, karena kamu begitu nyaman. Bahwa hubungan antar manusia tidak harus melulu tentang proses kompromi. Bahwa ada yang disebut harmoni, selaras, ketika seseorang menemukan nyamannya. Seseorang yang membuatnya merasa komplit, seseorang yang bisa mengimbanginya. Karena Pembuat Hidup menciptakan pasangan yang sepadan untuk setiap manusia yang Ia buat.
Dan aku yakin Dia tersenyum ketika menciptakanmu.