Agama dan Orang Mabuk
Ada beberapa hal dasar dalam hidup yang tak bisa kita pilih, atau ubah; orang tua, tempat dan tanggal lahir, atau dalam ras mana kita lahir adalah salah sedikit di antaranya. Tapi hal-hal lain yang bisa kita pilih jauh lebih banyak. Kita bisa memilih pekerjaan, tempat tinggal, jodoh, bahkan nama kita sendiri. Ya, dua hal terakhir ini memang membutuhkan perjuangan, tapi setidaknya kelihatan sangat mungkin.
Lalu bagaimana dengan agama? Bukankah ia termasuk hal dasar dalam hidup yang tak bisa kita pilih? Rajkumar Hirani (3 Idiots (2009)) dalam PK (2014) berkisah tentang keresahan ini. Dengan medium yang sangat komikal Aamir Khan yang sebelumnya juga bekerja bersama Rajkumar di 3 Idiots mencoba menguliti kegagapan umat manusia mengenali tuhannya sendiri dalam diri PK.
PK adalah orang asing tanpa nama yang menanyakan hal-hal yang tak pernah ditanyakan orang sebelumnya. PK sendiri adalah nama yang diperoleh karena ia terus mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan tak bersalah seperti anak kecil yang baru mengalami hal baru. Pee-kay: orang mabuk dalam bahasa Hindi. Dengan dipilihnya genre komedi, film ini mencoba masuk ke ranah filosofis dan hal yang sangat sensitif bagi masyarakat India (dan Indonesia): agama.
Sejarah mencatat bahwa agama pernah menjadi hal yang tidak fundamental. Dalam masa kerajaan-kerajaan Nusantara, masyarakat beragama secara pragmatis. Mereka mengikuti agama raja. Raja memilih agama yang cocok dengan kebutuhannya. Juga dalam sejarah penjajahan Islam ke Persia (633–654 M), penduduk Persia yang kalah dengan mudah masuk ke Islam karena mereka lebih menganggap Bahasa lebih fundamental dari Agama.
Rajkumar menjelaskan dengan lucu bagaimana agama adalah hal yang absurd bagi manusia yang tak pernah mengerti ataupun didoktrin konsep ini. Ia mengingatkan bahwa agama bukanlah sesuatu yang sudah ada dalam diri kita saat kita lahir lewat adegan-adegan slapstick dan dialog sederhana.
“Apa yang kamu lakukan di sini?!”
“Di mana labelnya?” PK bertanya balik sambil tetap memeriksa setiap bayi.
“Label apa?”
“Label agama.”
Adegan itu adalah usaha Rajkumar yang menurut saya cukup berhasil untuk mengingatkan bahwa sebagian besar dari kita beragama bukan karena pilihan kita sendiri, tapi karena orang tua, kakek, kakek buyut, buyutnya buyut: keluarga. Akan menjadi hal yang menggelikan ketika kita mengklaim agama kita adalah yang paling benar dan ternyata kita tak punya andil dalam memilih agama kita sendiri. Chosen one? What so special about us anyway.
Dalam film ini PK juga mencoba mencari dan menafsirkan tuhan dengan cara yang sederhana. Pencarian tuhan PK mengingatkan saya dengan usaha serupa oleh Pi Patel (Life Of Pi (2012)). Saya diajak mendekonstruksi persepsi tentang tuhan lewat gelak tawa. Bagi PK, tuhan adalah sesuatu yang lebih absurd dari agama.
“Kenapa kamu memakai helm kuning?”
“Aku belajar tentang sesuatu. Warna kuning ini bisa dilihat dari jauh. Seperti taxi yang bisa kamu lihat dari jauh meski jalanan penuh sesak.”
“Jadi?”
“Jadi tuhan bisa melihatku dari jauh. Kalau tidak begini bagaimana dia bisa tahu aku dalam kerumunan?”
Lewat adegan percintaan Jaggu (Anushka Sharma), seorang Hindu India dan Sarfaraz (Sushant Singh Rajput) yang Muslim Pakistan, Rajkumar dengan cukup segar menawarkan cara pandang anak kecil pada doktrin agama, tuhan, dan masalah besar yang dihadapi dunia saat ini: stereotyping, terutama pada umat Muslim.
Lalu dalam konflik PK dengan pemuka agama dengan banyak umat, Tapasvi, saya seperti melihat Indonesia. Konsep penjual agama dengan metode stick and carrot ini bukan hal baru tapi selalu ada peminatnya. PK menantangnya dengan pemahaman naif dan tentu saja menggelitik yang ia sebut Wrong Number.
Klimaks yang sebenarnya bisa lebih baik, dan kejanggalan chemistry PK dan Jaggu termaafkan oleh pertanyaan-pertanyaan mengejutkan dan cara pandang PK. Tapi tentunya film ini bukan untuk semua orang. Genre komedi tidak begitu berhasil membuat film ini menyampaikan pesan tanpa terkesan menggurui. Dan secara personal, keluguan PK adalah kegelisahan saya.
“Menurutku tuhan ada dua; tuhan yang mencipta alam semesta, dan tuhan yang kita ciptakan sendiri.”